JelajahMuseum: Memorial Sang Bunga Pertempuran
09:40
Memorial Sang Bunga Pertempuran
Pada
tahun 1949, dengan topi bulat, kemeja berlengan pendek, dan celana dilipat
semata kaki, seorang pemuda memimpin kelompok Brigade 10 Werkhreise III untuk
mengusir penjajah dari DI Yogyakarta. Dari tampang dan perawakannya, pemuda itu
terlihat biasa-biasa saja, namun dari ketangkasannya memimpin pasukan, dia
nampak bersinar di antara lainnya.
Hanya
dalam waktu tak lebih dari 6 jam, pemuda itu berhasil menguasai kota pelajar.
Pertempuran yang konon menjadi gerbang diplomasi penyerahan kekuasaan Republik
Indonesia dari tangan Belanda itu sering disebut dengan Serangan Umum 1 Maret.
Lalu siapa pemuda dibalik perjuangan itu? Dia adalah almarhum Soeharto, mantan
presiden ke-2 Republik Indonesia. Untuk mengenang perjuangan Soeharto dalam
menguasai DI Yogyakarta, Jendral Sudirman menyebutnya sebagai Bunga
Pertempuran.
Kisah
di atas merupakan satu dari beberapa kisah perjuangan Jendral Soeharto pada
jaman kemerdekaan Indonesia yang termuat dalam diorama Memorial Jendral Besar
H. M. Soeharto di daerah Kemusuk, Argomulyo, Bantul. Dalam waktu satu bulan
sejak awal dibukanya, tak kurang dari 18.000 pengunjung sudah datang ke museum
yang didirikan oleh adik Soeharto, pengusaha
Probosutedjo.
Bila
selama ini melalui buku-buku pelajaran dan video sejarah kita hanya mengetahui
Kemusuk sebagai tempat kelahiran Soeharto, maka sejak tanggal 8 Juni 2013,
bertepatan dengan hari lahir sang Bunga
Pertempuran, Kemusuk juga dikenal sebagai lokasi Museum Soeharto.
Pemimpin Bangsa
Saat
memasuki museum Soeharto, penulis disambut oleh patung raksasa berupa sosok
pria dewasa dengan topi Jendral di kepala. Dia adalah almarhum Soeharto,
presiden yang pernah memimpin Negri ini selama 32 tahun lamanya. Karena
posisinya yang mencuri perhatian, banyak pengunjung yang langsung mengabadikan
keberadaan mereka dengan berfoto di depan patung tersebut.
Berjalan
sedikit ke kiri, ada sebuah kolam dengan patung kerbau berukuran sedang dengan
dua orang bocah laki-laki di dekatnya. Beberapa pengunjung terlihat mengamati
patung tersebut. “Jaman dulu, Soeharto ya begini ini… Ngangon kerbau, main lumpur, mandi di kali, seperti bocah-bocah
lainnya. Siapa sangka bocah desa itu bisa menjadi Presiden,” ujar salah seorang
pengunjung pada rekannya.
Tak
jauh dari patung kerbau merupakan letak museum utama. Museum Soeharto
menawarkan kecanggihan teknologi, misalnya saja melalui foto-foto perjuangan
Soeharto yang disiarkan secara dinamis melalui slide show dalam sebuah lorong
berbentuk rol film. Bejalan lebih ke dalam, foto-foto pertempuran di depan
Hotel Tugu, DI Yogyakarta, ditampilkan melalui billboard besar. Selain itu
rekaman video pesawat tempur dibuat melintasi langit-langit museum, ditambah
suara dentuman bom dan rentetan tembakan, membuat pengunjung merasakan suasana
pertempuran yang terjadi puluhan tahun silam.
Gatot
Nugroho, pengelola museum, menuturkan, “Dengan cara modern seperti ini, kita
bisa mengajak anak muda untuk kembali mempelajari sejarah. Saya sering
bercerita kepada anak-anak yang berkunjung ke museum ini bahwa dengan
perjuangan dan keuletan, seorang anak desa sekalipun akhirnya bisa mencapai
cita-cita menjadi pemimpin Bangsa.”
Selain tentang keterlibatan Soeharto sebagai tentara dalam perebutan kemerdekaan Indonesia, diorama Museum Soeharto juga memaparkan peran Soeharto dalam pembebasan Irian Barat, atau yang dikenal dengan nama Operasi Trikora; serah terima dokumen 11 Maret; hingga berbagai prestasi dan penghargaan yang telah diterima almarhum ketika memimpin Negri ini. Selain berbagai keunggulan itu, pengunjung juga diajak merenungkan peristiwa G30S yang masih penuh misteri. Di museum Soeharto, sejarah kemerdekaan Indonesia disajikan secara modern dan menarik.
Selain tentang keterlibatan Soeharto sebagai tentara dalam perebutan kemerdekaan Indonesia, diorama Museum Soeharto juga memaparkan peran Soeharto dalam pembebasan Irian Barat, atau yang dikenal dengan nama Operasi Trikora; serah terima dokumen 11 Maret; hingga berbagai prestasi dan penghargaan yang telah diterima almarhum ketika memimpin Negri ini. Selain berbagai keunggulan itu, pengunjung juga diajak merenungkan peristiwa G30S yang masih penuh misteri. Di museum Soeharto, sejarah kemerdekaan Indonesia disajikan secara modern dan menarik.
Selain
bangunan yang berupa museum utama, joglo untuk ruang pertemuan, dan rumah yang
terbuat dari kayu jati, di lahan seluas 3.620 meter ini juga terdapat wilayah
untuk napak tilas kelahiran Soeharto. Sambil
napak tilas, pengunjung bisa mempelajari keunggulan yang telah dicatat oleh Soeharto
sekaligus secara kritis menanggapi sejarah kelam kepemimpinan beliau.
Longina
Narastika, pengunjung museum asal UGM menuturkan, “Museum ini mengajak kita
untuk kembali mempelajari sejarah. Dengan begitu kita bisa merenungkan keberhasilan serta
kegagalan yang telah disumbangkan Soeharto. Harapannya, kita tidak akan
mengulang kesalahan yang sama dan belajar untuk masa kini.” Melalui
Presiden Seoharto, dengan segala kelebihan dan kekurangan, kita belajar untuk
membangun Bangsa.
_____
Foto
dan tulisan oleh: Denty Piawai Nastitie
Mahasiswa
Universitas Sanata Dharma, Program Pendidikan Sastra Inggris