My Diary.
to share my ups-and-downs events

Maiko's Dancing

maiko (4), dpn 2013 

Bertemu geisha di Gion, Kyoto, membawa saya pada dunia imajinasi. Saya menebak-nebak apa yang sedang mereka pikir atau rasakan. Apakah mereka sedang senang atau sedih? Di balik dandanan yang khas berwarna putih pekat dan gincu merah, seorang geisha menyimpan rahasia diri sehingga setiap orang yang melihatnya bebas menafsirkan senyum atau tawa mereka sesuka hati.

Geisha berasal dari kata "gei" yang berarti seni atau pertunjukan, dan "sha" yang berarti orang. Secara singkat istilah geisha dapat diartikan sebagai "orang seni" atau orang yang mengabdikan dirinya pada kesenian dan ketrampilan untuk menghibur. 

Sejak kecil, seorang geisha berlatih tari, menyanyi, dan memainkan alat musik. Mereka juga dibekali pengetahuan sejarah dan kebudayaan. Dengan ilmu dan ketrampilan yang mereka miliki, geisha hadir di berbagai pesta untuk menghibur tamu undangan. Semakin professional seorang geisha maka semakin mahal harga yang harus dibayar untuk mengundang mereka hadir dalam suatu acara. 

Selama ini profesi geisha sering dikonotasikan dengan aktifitas prostitusi. Mereka dianggap sebagai "wanita penghibur" (dalam tanda kutip). Mitos ini terbentuk sejak jaman masa pendudukan Amerika Serikat di Jepang. Profesi geisha sendiri sudah ada sejak abad ke-18 dan berkembang pesat pada abad ke-19. Walaupun jumlahnya tidak sebanyak dulu, namun profesi geisha masih eksis hingga kini.

Ketenaran cerita geisha membuat banyak orang penasaran. Mereka menjadikan perburuan geisha sebagai objek wisata yang menantang. Setiap sore, puluhan hingga ratusan orang memadati Gion untuk bertemu geisha. Bila ada seorang geisha yang berjalan di antara kerumunan massa, sudah pasti semua orang akan berlari memburu foto geisha tersebut.

maiko (5), dpn 2013 

Sore itu, saya melihat dua orang geisha berjalan elegan. Dengan langkah anggun, dagu terangkat, dan tangan terlipat di dada memegang kotak kimono, mereka melintasi gang sempit di antara rumah-rumah kayu traditional yang ada di Gion, Kyoto. Mereka mengenakan kimono berbahan sutra dan sepatu berhak tebal.

Salah seorang teman saya, Narastika, menyapa geisha itu. "Maiko, berhenti dong..... foto dong....". Di Kyoto, istilah 'maiko' mengacu pada geisha pemula, usianya berkisar antara 12-20 tahun, sedangkan 'geiko' merupakan geisha professional, usianya di atas 20 tahun. 

Bukannya berhenti, kedua geisha itu justru mempercepat langkahnya. "Aaa.... tidak mau. Saya malu. Saya tidak cantik," jawab salah seorang dari mereka dalam bahasa Jepang. Di sebelahnya, rekannya sesama geisha terkekeh. Mereka kemudian melanjutkan langkahnya menuju rumah minum teh, tempat mereka bekerja.

Sudah bukan rahasia umum bila ada yang mengatakan bahwa mendapatkan gambar geisha yang sedang melintas di Gion tidak semudah yang dibayangkan. Seseorang pengunjung Gion, di sebelah saya berkomentar, "Mereka berjalan seperti bayangan. Sekelibat, lalu menghilang.”

maiko (1), dpn 2013
maiko (2), dpn 2013

*
Apa yang saya ketahui soal geisha sebagian besar saya dapatkan dari buku berjudul "Memoirs of Geisha" karangan Arthur Golden. Buku itu bercerita tentang Sayuri, seorang anak dengan mata biru-kelabu yang mempesona. 

Sayuri berasal dari keluarga nelayan miskin. Oleh ayahnya ia dijual ke sebuah rumah geisha (okiya) untuk bekerja sebagai pelayan. Awalnya Sayuri ingin melarikan diri dari rumah itu, namun nasib berkata lain. Oleh seorang geisha professional, Sayuri diangkat dan dididik menjadi geisha terkenal.

Mameha, geisha professional itu, membekali Sayuri dengan ilmu dan ketrampilan dalam berkesenian. Ia juga membelikan alat musik, kimono, dan sepatu berkualitas. Selama mengikuti pendidikan menjadi geisha, Sayuri diharuskan mematuhi berbagai peraturan dan strategi yang dibuat Mameha. Mameha mengatur rencana agar Sayuri bisa mendapatkan 'harga jual' yang tinggi. Dengan harga jual tersebut, Sayuri mampu mengalahkan pesaing-pesaingnya untuk mendapatkan danna yang kaya raya. Danna adalah seorang pria yang akan menyokong kehidupan geisha. Dengan uang yang didapatkannya itu, Sayuri membayar hutang kepada okiya, tempatnya bekerja.

Kisah Sayuri adalah kisah geisha pada awal abad ke-19. Lalu bagaimana dengan kisah geisha masa kini? Apakah semua geisha memiliki masa lalu yang sulit dan getir seperti milik Sayuri? Sayangnya, saya tidak berhasil berbicara langsung dengan mereka sehingga tidak tahu jawab pastinya.

maiko (3), dpn 2013  

Selama mengunjungi Gion, pusat distrik geisha di Kyoto, saya sering bertemu geisha yang terlihat eksklusif (berjalan sendiri, tidak mau difoto, dsb) namun tak jarang saya bertemu geisha yang tampil kasual. Mereka berjalan santai, menyapa teman atau kerabat yang tak sengaja mereka temui di jalan, tersenyum, berbicara dengan rekan sesama geisha, dan sesekali tertawa. Beberapa geisha terlihat belia. Wajahnya ceria. Tidak ada tanda-tanda kehidupan yang sulit dan berliku seperti milik Sayuri. 

Mengunjungi Gion dan bertemu dengan banyak geisha professional membuat saya sadar bahwa geisha adalah manusia biasa. Di luar kimono yang mereka kenakan, tentu saja seorang geisha memiliki ceritanya masing-masing. Sebagaimana manusia pada umumnya, mereka membutuhkan teman untuk bersosialisasi, namun ada kalanya memerlukan ruang privasi. Beberapa kali saya bertemu geisha berwajah sendu atau murung. Mungkin, mereka merasa tidak nyaman ketika puluhan orang berdesak-desakan mengelilinginya untuk foto bersama.

Ketika sedang menunggu geisha yang melintas, seorang fotografer asal Qatar bertanya, "What if I want to see their performances?"

"You can't," jawab seorang fotografer asal Australia. Menurutnya, hanya orang Jepang yang bisa hadir dalam pesta untuk melihat mereka menunjukan kebolehannya. "Only if you have a Japanese friend, who is very rich, attends the party, and he invites you to come along," jelasnya. 

Seiring perjalanan waktu, beberapa pusat pertunjukan menampilkan Maiko's dancing (pementasan tari oleh geisha pemula). Dalam panggung-panggung pertunjukan itu turis, fotografer, dan masyarakat umum bisa menyaksikan pementasan geisha. Harga tiketnya sekitar 2.000 - 3.000 ¥ (sekitar Rp 200.000-300.000).

Beruntunglah pada hari terakhir kunjungan saya ke Kyoto, saya sempat menyaksikan pementasan maiko secara gratisss!!! Pementasannya sendiri diadakan di Miyakomesse,  The Kyoto International Exhibition Hall. 

Dalam pementasan itu seorang maiko (geisha pemula) membawakan tarian traditional Jepang dengan gemulai dan penuh penghayatan. Pada akhir acara, geisha itu  mengenalkan istilah-istilah kimono yang digunakannya. Sambil mengangkat tangannya, geisha itu menunjukkan detil-detil rancangan kimono yang cantik. 

Selama pertunjukan berlangsung (saat menari) pengunjung tidak diperkenankan mengambil gambar atau merekam video. Mungkin dengan cara itu, pengunjung bisa fokus menikmati pertunjukan, dan tanpa kamera dan alat perekam yang menyorot wajahnya, geisha tersebut bisa sepenuhnya hadir sebagai seniman penghibur traditional Jepang. (DPN, 2013).

  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
  •  
rambutkriwil rambutkriwil Author

4 comments:

  1. Untuk mengenal siapa Geisha, buku setebal memoir geisha saja dianggap tidak cukup buat mendeskripsikannya. :D

    ReplyDelete
  2. pengen balik lg ke Gion....3 jam berdiri di gion..gak nemu geisha... :( ... i'll be back....nice story kriwil....salam kenal :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo merie... salam kenal jg... saya 3 hari nunggu geisha lewat dn itu msh belum cukup =)) yup, kita harus kembali lagi ke sana someday! :)

      Delete
  3. Aih....sejak baca Memoirs of Geisha penasaran banget pengen bertemu dengan geisha asli... Nice post ^^

    ReplyDelete

rambutkriwil

chronicle of a curly girl to live a life

Featured Post

MOVE TO RAMBUTKRIWIL.COM

HI YOU! NOW THIS BLOG MOVE TO RAMBUTKRIWIL.COM NOW THIS BLOG MOVE TO RAMBUTKRIWIL.COM   NOW THIS BLOG MOVE TO RAMBUTKRIWIL.COM   SE...

Latest Posts

Instagram Post!

Followers