Menembus Tembok Perbatasan
00:00
Begitulah yang terasa ketika saya menembus perbatasan Israel –
Palestina, suatu malam, menjelang natal. Bus bergerak pelan di belakang
deretan kendaraan lain. Tentara Israel memeriksa paspor dan dokumen perjalanan
peziarah yang duduk lelah dan mengantuk di dalam bus.
Begitu tentara
mengizinkan bus melintas, Rauf (50), menginjak pedal gas. Saat itulah saya
mendengar suara “Brak! Brak! Brak!”. Pengemudi
bus mengehentikan kendaraan dan melirik ke kaca spion.
Sebagian orang langsung
berdiri di dalam bus, menoleh ke asal suara. Beberapa orang meremas tangan, cemas. “Seseorang
menimpuk bus!” teriak Ronald (34), salah satu peziarah.
“Calm down… Calm down… It’s okay.” kata
Walid (55), pemandu wisata asal Palestina. “Mungkin hanya supporter sepak bola
iseng,” kata dia, dengan wajah pucat. Entah karena kedinginan atau kewaspadaan akibat peristiwa ini.
Ingin saya
bertanya, “Siapakah gerangan orang iseng
yang main bola di tengah malam natal, Walid?” Tetapi, saya
mengunci rapat mulut ini. Membiarkan pertanyaan itu melayang-layang di dalam kepala.
Menguap terbang terbawa suhu dingin tiga derajat selsius Kota Betlehem.
Meskipun sadar we're not in okay condition, para peziarah kembali
duduk di atas kursi empuk. Tatapan mereka melayang ke jalan raya. Dari balik jendela
kaca, hiasan natal berbentuk rusa dan bintang-bintang menyala. Terang benderang. Hiasan itu
membuat Kota Betlehem, di dalam daerah otonomi Palestina, terasa
semarak.
Saya teringat
cerita seorang kawan yang pernah ziarah ke Tanah Terjanji beberapa tahun lalu.
Saat berjalan di salah satu sudut kota, dia bertemu sekelompok anak muda
pemarah. Mereka berteriak dan memaki. Mereka menganggap kawan saya pendukung Zionnist. Kebencian dan prasangka memang
sering menjadi sumber masalah! .... dan kebanyakan orang, sepertinya lebih suka membangun tembok perbatasan dari pada jembatan penghubung.
Tertulis pada salah satu tembok perbatasan: "This wall may take care of the present, but it has no future."
(Denty Piawai Nastitie)